Blog d'Hellen

Kamis, 03 Juli 2014

The Hunger Games : Catching Fire [Movie Review]




The Odds Are Never In Our Favor. Kata-kata itu yang dilihat Katniss secara tak sengaja ketika dia dan Peeta memulai serangkaian Tur Kemenangan setelah mereka berdua memenangkan The Hunger Games tahun lalu. Ya, menjelang pertandingan Hunger Games yang ke-75 Katniss dan Peeta mulai melakukan Tur Kemenangan di distrik-distrik yang ada di Capitol. 

Adegan film dibuka dengan Katniriss dan Gale yang sedang berburu di hutan. Ketika akan memanah kalkun, tiba-tiba Katniss teringat dengan suasana di arena Hunger Games, di mana dia harus membunuh seorang peserta, atau yang juga disebut sebagai tribute. Mendadak dia berteriak sehingga kalkun-kalkun incaran mereka kabur. Kejadian di arena Hunger Games memang masih menghantui Katniss dan juga Peeta, yang bisa dilihat dari seringnya mereka berdua mengalami mimpi buruk mengenai arena tersebut. 

Menjelang Tur Kemenangan, Katniss mendapat seorang tamu tak diundang sekaligus tak disangka-sangka : Presiden Snow. Dengan mengancam Katniss mengenai hubungannya dengan Gale, dia meminta Katniss untuk terus berpura-pura melanjutkan hubungannya dengan Peeta, dan sekaligus bisa meyakinkan sang presiden kalau mereka berdua adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Awalnya sulit bagi mereka berdua untuk bisa kembali terlihat mesra di kamera, namun akhirnya mereka berhasil juga melakukannya. Namun apakah presiden Snow bisa yakin dengan hubungan palsu mereka ini? Cara terakhir yang bisa mereka tempuh adalah meningkatkan hubungan mereka dari pasangan kekasih menjadi pasangan yang akan menikah.

Siapa sangka, dalam perjalanan selama Tur Kemenangan mereka mengetahui kalau di Panem sendiri telah diadakan pemberontak di setiap distrik. Dengan kekesalan presiden SNow terhadap Katniss, dia berusaha mencari cara untuk bisa melenyapkan Katniss, yang oleh para pemberontak dianggap sebagai simbol mereka. Meningkatkan jam malam dan penjagaan di distrik 12 yang menjadi tempat tinggal Peeta dan Katniss adalah salah satu cara. Namun akhirnya ada cara lain yang lebih ampuh dan efektif : dengan memasukkan Katniss kembali ke arena Hunger Games. Setiap 25 tahun sekali diadakan Quarter Quell, yaitu The Hunger Games yang spesial, di mana syarat-syaratnya berbeda dari biasanya. di Quarter Quell kali ini, syarat bagi tribute adalah para peserta Hunger Games yang masih hidup yang akan diikutkan ke dalam QQ. Dengan demikian, sebagai satu-satunya tribute wanita yang masih hidup dari distrik 12, Katniss harus kembali ke arena.

Catching Fire adalah seri kedua dari trilogi The Hunger Games. Diangkat dari novel yang berjudul sama, bagi saya film ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan pendahulunya. Adegan-adegan yang terdapat dalam CF banyak memiliki kemiripan dengan novelnya, begitu juga dengan dialog-dialog yang digunakan di sini. Dua jempol saya berikan pada Jennifer Lawrence, yang memainkan perannya sebagai Katniss Everdeen dengan sangat baik. Ekspresi ketakutannya ketika mengetahui dia akan kembali ke arena dan ketika dia berteriak memanggil nama Prim saat mendengar suaranya  di arena, yang ternyata adalah suara dari burung jabberjay  terasa begitu jujur, membuat saya yang menontonnya ikut merasakan ketakutannya. Begitu juga dengan Josh Hutcherson yang memerankan Peeta dengan apik, di mana dia bisa membangun chemistry dengan baik antara dirinya dengan Jennifer. 

Satu lagi, jangan lupakan Elizabeth Banks yang kembali memainkan perannya sebagai Effie dengan begitu bagusnya, ditambah dengan kostum Capitol ala Lady Gaganya itu yang membuat CF makin menarik ditonton :D. Dibandingkan dengan di The Hunger Games, kali ini Liam Hemsworth mendapat jatah adegan yang sedikit lebih banyak sebagai Gale Hawthorne. Walau bukan penggemarnya, harus saya akui aktingnya di sini sudah jauh lebih baik dibandingkan saat di THG, dan saya berharap aktingnya bisa lebih baik lagi di Mockingjay

Salah satu hal yang membuat saya menyukai CF adalah arena THG yang menyerupai jam, yang visualisasinya jauh lebih baik dan lebih seram dari yang saya bayangkan. Dengan cerita yang digarap dengan apik, sinematografi yang luar biasa, ditambah akting para pemain yang keren serta twist ending yang membuat penasaran dengan kisah selanjutnya, tidak heran jika saya menyebut Catching Fire adalah salah satu film terbaik yang pernah saya tonton. Dan saat ini saya makin tidak sabar menanti kelanjutan dari CF, yaitu Mockingjay, yang akan dibagi menjadi dua bagian. Akankah ceritanya nanti akan sebagus CF, atau bisa lebih bagus lagi dari ini? Let's see :D

Kamis, 29 Agustus 2013

Man of Steel - Review Film



PEMAIN :

Henry Cavil - Kal El / Superman / Clark Kent
Amy Adams - Lois Lane
Russell Crowe - Jor El
Michael Shannon - Jendral Zod
Kevin Costner - Jonathan Kent 
Dianne Lane - Martha Kent
Laurence Fishburne - Perry White

"You can save her, Kal. You can save all of them"


Saya bukan penggemar komik superhero, tetapi saya menyukai film-film yang berdasarkan komik bergenre ini. Alasan awal saya menonton Man of Steel bukanlah karena Henry Cavill (saya bahkan belum pernah menonton film/dramanya sebelum MoS ini :p), melainkan Amy Adams :D. Saya ngefans sama Amy sejak pertama kali melihat aktingnya di Enchanted, dan kali ini saya ingin melihat kembali aktingnya sebagai salah satu heroine dalam salah satu komik superhero paling terkenal di dunia ^^.

Amy Adams sebagai Lois Lane di Man of Steel

Planet Krypton terancam mengalami kepunahan, setelah perlahan-lahan kehilangan inti dari planet tersebut. Hal ini membuat Jor El dan istrinya, Lara, memutuskan untuk mengirim anak mereka yang baru lahir ke Bumi, anak pertama yang lahir secara alami setelah berabad-abad di Krypton. Kal-El, anak mereka, kemudian diasuh oleh sepasang suami istri yitu Jonathan dan Martha Kent di kota kecil bernama Smallville, Kansas dan diberi nama Clark Kent.

Alur cerita yang sering dikisahkan secara flashback membuat kita bisa memahami kenapa Clark merasa dirinya berbeda dengan teman-temannya dan sering dianggap aneh, hingga ayahnya memberitahukan padanya siapa dia sebenarnya. Hal ini pula yang lalu membuatnya memutuskan untuk melanglang buana ke berbagai tempat seraya berusaha mencari tahu siapa dia sebenarnya. Perjalanan Clark mengantarnya bertemu Lois Lane, seorang jurnalis pemenang Pulitzer yang berdedikasi terhadap pakerjaannya.

Masalah muncul ketika Jendral Zod dan anak buahnya mengetahui keberadaan Kal-El dan mendatangi Bumi. Jendral Zod adalah salah satu petinggi Krypton yang dihukum karena memberontak. Bersama anak buahnya, mereka berhasil lolos dari Zona Bayangan/Phantom Zone ketika Krypton hancur, dan berusaha mencari di mana Kal-El dikirim oleh orang tuanya. Bagaimana Clark menghadapi Zod dan pasukannya, serta apa yang akan dilakukannya ketika Lois mengetahui rahasianya?

Hmmm, saya tidak mau terlalu banyak memberi spoiler di sini :D. Yang ingin saya komentari adalah kesan-kesan yang saya dapati saat menonton Man of Steel di bawah ini :

Amy Adams, Michael Shannon & Henry Cavill


1. Pemain.
Henry Cavill, siapa itu? Ini adalah pertanyaan pertama yang berada di benak saya ketika mengetahui Henry terpilih sebagai pemeran Superman. Seperti yang telah saya bilang sebelumnya, saya sekalipun belum pernah menonton film/dramanya, bahkan wajahnya saja saya tak pernah lihat :D. Namun yang saya tahu, tak mungkin Zack Snyder (300, Watchmen) selaku sutradara dan produser Christopher Nolan (Trilogi The Dark Knight) akan sembarangan mengcasting pemain untuk proyek sebesar ini, mengingat Superman adalah salah komik superhero yang memiliki banyak fans di berbagai negara. Pada akhirnya, keraguan saya langsung hilang setelah melihat aktingnya sebagai Clark Kent/Kal-El di sini, dia melakukan tugasnya dengan sangat baik dan berhasil membuat saya menjadi fansnya *apaan sih* :D. Oke, mungkin saya agak berlebihan, tetapi entah kenapa saya sangat menyukai karakter Superman yang diperankan oleh Henry ini, setelah sebelumnya satu-satunya Superman yang terbaik bagi saya hanyalah alm. Christopher Reeve ;D.

Membicarakan sosok Superman rasanya tak lengkap tanpa kehadiran Lois Lane. Kali ini Amy Adams berhasil memainkan karakter Lois Lane dengan luar biasa sebagai seorang wartawan pemenang piala Pulitzer yang tak pernah menyerah mencari tahu tentang keberadaan seorang pria misterius yang pernah menyelamatkannya. Saya sangat suka melihat chemistry antara Amy dan Henry di on/offscreen, di mana mereka terlihat akrab satu sama lain. Bagi saya Amy adalah salah satu aktris yang cocok memerankan Lois Lane dari beberapa film/serial mengenai Superman yang pernah saya tonton. Selain Amy dan Henry, salah satu yang terbaik dari Man of Steel ini adalah para pemeran pendukungnya yang terdiri dari artis-artis kelas satu, beberapa di antaranya hanya memiliki sedikit adegan di sini namun penampilan mereka berkesan sekali bagi saya. Seperti misalnya Kevin Costner dan Dianne Lane sebagai pasutri yang mengadopsi Clark, setiap adegan mereka memperlihatkan betapa sayangnya mereka pada Clark, dan bagaimana ajaran mereka berpengaruh besar pada pribadi Clark ketika dia beranjak dewasa. Begitu juga dengan Russell Crowe, salah satu favorit saya di Man of Steel. Sebagai aktor pemenang Oscar aktingnya tentu tak perlu diragukan lagi. Saya sudah sering menonton film-filmnya, tetapi saya baru benar2 menyukainya setelah menyaksikan Man of Steel ini.

2. Scoring
Sebelum menonton Man of Steel saya sudah membayangkan akan kembali mendengar theme song Superman yand melegenda itu. Ternyata perkiraan saya salah besar, dari awal hingga akhir film saya tak sekalipun mendengar theme song itu. Sepertinya pihak studio dan Hans Zimmer selaku komposer memutuskan untuk tak menggunakan theme song tersebut dan menggantinya dengan instrumen yang baru. Well, mengingat Man of Steel adalah versi reboot dari film-film Superman sebelumnya, wajar saja kalau mereka ingin melakukan hal yang berbeda termasuk theme song ini, kan?  :D.

3. Adegan Favorit

Semua adegan Clark dan Martha Kent, ibu angkatnya saya suka. Akting Henry dan Dianne di sini terlihat sangat natural tanpa terkesan berlebihan. Selain itu, adegan Lois yang ketakutan ketika dia berada di tabung yang membawanya kembali ke bumi  membuat saya ikut merasakan ketakutan yang dirasakan oleh Amy. Hmmm, berlebihankah pendapat saya ini? :)

4. Sekuel
Terus terang, setelah menonton film ini saya sangat berharap akan ada sekuelnya. Harapan saya tak sia-sia, karena beberapa waktu yang lalu akhirnya pihak produser Man of Steel mengumumkan akan segera memulai sekuelnya. Yang menarik adalah, di sekuelnya nanti sang Superman tidak akan berjuang sendiri karena dia ditemani oleh salah satu pahlawan super dari kota Gotham.... Batman!! Wow, saya sama sekali tak menyangka akan melihat dua tokoh ini akan bertemu dalam satu film :D. Walaupun banyak yang meragukan kemampuan seorang Ben Affleck sebagai Batman, namun sebagai fansnya saya harap dia bisa memerankan tokoh Batman dengan baik, sebaik Christian Bale di trilogi The Dark Knight ^^

Kamis, 04 Juli 2013

The Young Victoria - Review Film

  "I am young, but I am willing to learn. And I mean to devote my life in service of my country and my people. I look for your help in this."


 Pemain :

  • Emily Blunt - Ratu Victoria
  • Rupert Friend - Pangeran Albert
  • Miranda Richardson - Duchess of Kent, ibunda Victoria
  • Mark Strong - Sir John Conroy
  • Jim Broadbent - Raja William IV
  • Paul Bettany - Lord Melbourne

Dia masih berusia 18 tahun ketika menjadi ratu, namun dia berhasil menjadi pemimpin Inggris Raya selama lebih dari 60 tahun..... Dan mencatat sejarah sebagai penguasa kerajaan Inggris Raya terlama yang pernah bertahta.  Awal mula saya menonton The Young Victoria bukanlah karena apa yang telah saya tulis sebelumnya, melainkan karena keingintahuan saya akan kisah cinta ratu Victoria dan pangeran Albert yang konon katanya adalah kisah cinta pasangan kerajaan yang so sweet banget :D.

Kehidupan di istana tidaklah seindah anggapan orang banyak, setidaknya menurut Victoria kecil. baginya istana bisa menjadi tempat yang menyenangkan namun juga bisa jadi penjara. Sejak kecil dia hidup dengan berbagai peraturan istana yang kadang membuatnya tak betah : Dia selalu tidur bersama ibunya, harus memegang tangan orang dewasa saat naik/turun dari tangga dan sebagainya. Ibunya yang kaku dan selalu dikontrol oleh pengurus rumah tangganya, Sir John Conroy, membuat hubungannya dengan Victoria tak berjalan dengan baik. Conroy ingin mengontrol Victoria dengan memaksanya menanda tangani perjanjian bahwa dia akan mengangkat Conroy menjadi sekretaris pribadinya jika dia menjadi ratu, namun Victoria menolaknya. Saat pamannya, raja William IV meninggal dan Victoria menjadi ratu, dia melarang Conroy menghadiri penobatannya dan tak mengijinkannya berada di rumah tangga kerajaannya serta pindah ke kamarnya sendiri, tak lagi bersama ibunya. Dia juga menunjuk perdana menteri Lord Melbourne menjadi sekretaris pribadinya, yang sebelumnya diutus oleh raja William IV untuk mendampingi dan membantu Victoria.

Mengenai kisah cintanya dnegan pangeran Albert, memang menarik untuk disimak. Pangeran Albert dari Saxe-Coburg-Saalfeld awalnya ingin dijodohkan dengan Victoria oleh pamannya, raja Leopold I dari Belgia, namun ketika bertemu Victoria tak disangka dia jatuh cinta padanya, demikian juga dengan Victoria yang kemudian melamarnya tak lama setelah dia menjadi ratu. Awal pernikahan mereka berjalan bahagia, sampai pangeran Albert merasa dia kehadirannya di istana hanyalah sebagai suami dari ratu Inggris dan tak mempunyai kekuasaan apapun selain itu. Mereka sempat bertengkar hebat, namun berbaikan kembali setelah Albert menyelamatkan Victoria dari seseorang yang berusaha menembaknya ketika mereka sedang berada di kereta.

Kostum dan tata rias yang ada pada film ini sungguh luar biasa, sehingga tak heran The Young Victoria mendapat piala Oscar untuk kedua kategori ini. Selain itu saya juga menikmati akting Emily Blunt yang sangat bagus memerankan Victoria, demikian juga para pemain lain seperti Rupert Friend, Paul Bettany dan lain-lain yang bisa memainkan peran mereka masing-masing dengan baik. Namun satu hal yang mengejutkan saya ketika menonton film ini, yaitu kemunculan putri Beatrice of York sebagai cameo salah satu lady-in-waiting saat Victoria dinobatkan sebagai ratu. Tak mengherankan sebenarnya, mengingat ibunya, Sarah Ferguson, adalah salah satu produser The Young Victoria yang mempunyai ide untuk memfilmkan kisah ratu Victoria ini, karena dia tertarik pada sosok Victoria sejak menikahi pangeran Andrew bertahun-tahun silam. Dengan naskah film yang ditulis oleh Julian Fellowes dan disutradarai Jean-Marc Vallée membuat The Young Victoria menjadi salah satu film berlatar belakang sejarah yang menarik untuk ditonton :D

Nilai = 8/10